Sejarah campursari
mungkin belum begitu banyak orang mengetahui sejarah musik campursari yang saat ini banyak disukai oleh para penggemarnya baik dari kawula muda ataupun orang tua,musik campursari asal muasalnya yang memperkenalkan adalah dalang kondang dari kota semarang yaitu Ki Narto sabdo,akan tetapi campursari yang waktu itu musiknya masih menggunakan gamelan jawa cuma lagu yang dinyanyikan irama atau gending yang nadanya dibikin dangdut ataupun lagu yang dinyanyikan bukan tembang-tembang yang berirama mocopat ataupun berjenis langgam. pada perkembanganya musik campursari semakin kedepan semakin modern dengan memasukan unsur alat musik modern seperti organ, guitar,bas dan lain sebagainya. Banyak kita ketahui pendobrak musik campur sari seperti sekarang ini yaitu Manthous, bersama grupnya CSGK(campursari gunung kidul) memberikan warna tersendiri terhadap perkembangan musik campursari seperti saat ini. musik campursari adalah murni musik jawa yang telah menjadi musik nasional dan banyak digemari semua golongan dan lapisan masyarakat.
Campursari merupakan salah satu bentuk kesenian yang hidup di Jawa. Bentuk musik ini merupakan perkawinan antara musik modern dengan musik etnik. Dimana dalam musik ini para seniman mencoba memadukan dua unsur musik yang berbeda untuk dapat memunculkan suatu bentuk musik yang baru. Dalam hal ini, instrumen etnik yang digunakan adalah gamelan (gamelan ageng) yang dipadukan dengan instrumen musik modern seperti gitar elektrik, bass, drum, dan keyboard.
Pada awalnya, kehadiran musik ini memunculkan suatu kontroversi antara seniman dari musik tradisi dengan para pelaku musik kreatif. Karena hal ini dianggap menurunkan suatu nilai tradisi yang terkandung dalam gamelan sebagai salah satu bentuk musik istana. Namun, bagi seniman pelaku musik kreatif, hal tersebut bukan merupakan suatu penghalang yang berarti. Buktinya campursari dapat berkembang hingga meluas pada masyarakat di luar kebudayaan musik itu berasal. Hingga beberapa tahun yang lalu bentuk musik ini sempat dipopulerkan di Indonesia oleh Manthous dan Didik kempot.
Karena bentuk musik enak didengar dan dengan nuansa tradisi yang dibawa akhirnya musik ini diminati banyak orang dari berbagai kalangan di Indonesia. Tak heran kalau selanjutnya muncul banyak kelompok musik campursari di daerah-daerah.
Fenomena semacam ini tampaknya kurang begitu diperhatikan oleh masyarakat Indonesia. Sebuah musik yang mampu mengusung suatu etnisitas mampu diterima oleh masyarakat luas tanpa menghapus identitas dari masyarakat pemilik musik itu sendiri. Dan di dalam musik ini, jika kita mendengarkan perasaan kita akan terbawa masuk kedalam nuansa Jawa.
Berbeda dengan ketika kita mendengarkan musik pop yang saat sekarang sedang digandrungi para remaja. Jelas, kita tidak bisa membedakan antara musik Indonesia dengan musik pop yang berkembang di luar negeri tanpa teks musikal yang ada. Karena secara musikal bentuk musik tersebut akan sama.
Andaisaja semua musisi di Indonesia mau untuk menciptakan musik dengan musik etnik sebagai background, sudah tentu kita akan menjadi bangsa yang kaya hanya dengan musik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar